TBS Sawit

Harga TBS Sawit Sumut Berubah, Madina Pimpin Daerah dengan Nilai Tertinggi

Harga TBS Sawit Sumut Berubah, Madina Pimpin Daerah dengan Nilai Tertinggi
Harga TBS Sawit Sumut Berubah, Madina Pimpin Daerah dengan Nilai Tertinggi

JAKARTA - Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit swadaya di berbagai kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara mencatat fluktuasi pada awal November ini.

Berdasarkan data terkini, harga TBS berkisar antara Rp 2.700 hingga Rp 3.235 per kilogram, dengan Kabupaten Mandailing Natal (Madina) mencatat harga tertinggi dan Kabupaten Labuhan Batu berada pada posisi terendah.

Dari data Dinas Perkebunan (Disbun) Sumatera Utara, wilayah Madina mencatat harga TBS tertinggi, yakni Rp 3.235/kg. Kenaikan harga di wilayah ini menunjukkan daya saing yang kuat dari para petani swadaya serta tingginya permintaan pasar terhadap komoditas sawit di daerah tersebut.

Selain Madina, dua daerah lain yang mencatat harga tinggi adalah Padang Lawas (Palas) dan Padang Lawas Utara (Paluta), dengan harga masing-masing sebesar Rp 3.100/kg. Angka ini menjadikan kedua wilayah tersebut sebagai sentra sawit yang cukup stabil di tengah fluktuasi harga yang melanda beberapa daerah lainnya di Sumut.

Sementara itu, wilayah Tapanuli Selatan (Tapsel) membukukan harga TBS sebesar Rp 2.880/kg, dan Tapanuli Tengah (Tapteng) sedikit lebih tinggi di Rp 2.920/kg. Kedua daerah tersebut menunjukkan pergerakan harga yang relatif moderat dan cenderung stabil dalam beberapa pekan terakhir.

Perbandingan Harga Antarwilayah

Beberapa kabupaten lain di Sumatera Utara juga mencatat pergerakan harga yang menarik. Di Deli Serdang, harga sawit berada di kisaran Rp 2.870/kg, sementara Serdang Bedagai sedikit lebih tinggi di Rp 2.890/kg. 

Harga di Asahan mencapai Rp 2.820/kg, dan Batu Bara tercatat di Rp 2.800/kg, menandakan adanya keseimbangan harga di wilayah pantai timur Sumut.

Adapun Labuhan Batu Utara (Labura) mencatat harga Rp 2.830/kg, disusul Labuhan Batu Selatan (Labusel) di Rp 2.850/kg. Meskipun relatif stabil, daerah-daerah ini masih menghadapi tekanan akibat fluktuasi pasar global dan biaya logistik yang memengaruhi harga jual di tingkat petani.

Sebaliknya, Kabupaten Labuhan Batu menjadi daerah dengan harga TBS terendah di Sumatera Utara pada periode ini, yakni Rp 2.700/kg. Perbedaan harga yang cukup jauh dibandingkan dengan Madina menunjukkan adanya variasi faktor produksi, seperti kualitas buah, efisiensi distribusi, serta jarak pengiriman ke pabrik pengolahan.

Selain itu, Kabupaten Simalungun mencatat harga di kisaran Rp 2.810/kg, sedangkan Pakpak Bharat menembus Rp 2.960/kg. Keduanya berada di tingkat menengah, memperlihatkan stabilitas yang cukup baik di tengah dinamika pasar.

Kondisi Pasar dan Faktor Penentu

Secara keseluruhan, rata-rata harga TBS sawit di Provinsi Sumatera Utara berada pada kisaran Rp 2.860 hingga Rp 3.235/kg. Angka ini menunjukkan masih adanya selisih cukup besar jika dibandingkan dengan harga kelapa sawit mitra plasma yang ditetapkan oleh Disbun Sumut, yaitu sebesar Rp 3.399,76/kg.

Perbedaan ini menjadi tantangan tersendiri bagi petani swadaya, yang tidak terikat dengan pola kemitraan plasma dan lebih bergantung pada mekanisme pasar terbuka.

Faktor yang memengaruhi fluktuasi harga meliputi ketersediaan pasokan buah, tingkat permintaan dari pabrik kelapa sawit (PKS), serta pengaruh harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional.

Selain itu, faktor cuaca juga berperan penting. Kondisi hujan yang cukup tinggi di beberapa wilayah berpotensi menurunkan produktivitas panen dan memperlambat distribusi, sehingga memengaruhi harga di tingkat petani. 

Di sisi lain, perbaikan jaringan transportasi dan akses ke PKS dapat membantu menjaga kestabilan harga di beberapa kabupaten yang sebelumnya sulit dijangkau.

Kenaikan harga di sejumlah wilayah juga menjadi sinyal positif bagi petani sawit swadaya, karena dapat meningkatkan pendapatan dan memperkuat ekonomi lokal.

Pemerintah daerah melalui Disbun Sumut diharapkan terus memperkuat peran pembinaan terhadap kelompok tani dan memperluas akses terhadap kemitraan industri sawit agar kesenjangan harga bisa ditekan.

Harapan Petani dan Prospek Harga ke Depan

Dengan tren harga yang masih fluktuatif, para petani sawit di Sumatera Utara berharap adanya stabilisasi harga dalam beberapa bulan mendatang. Peningkatan efisiensi rantai pasok, transparansi dalam penentuan harga, serta dukungan dari pemerintah daerah menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan antara produksi dan nilai jual.

Beberapa asosiasi petani juga mendorong agar mekanisme penetapan harga TBS dapat lebih adil bagi petani swadaya, terutama di daerah dengan akses terbatas terhadap pabrik kelapa sawit. 

Langkah-langkah peningkatan mutu buah dan penerapan praktik pertanian berkelanjutan dinilai dapat memperkuat posisi tawar petani di pasar.

Meskipun demikian, tren kenaikan harga di wilayah-wilayah seperti Madina, Palas, dan Paluta menjadi indikator positif bahwa permintaan terhadap produk kelapa sawit domestik tetap tinggi. Jika tren ini berlanjut, Sumatera Utara berpotensi mempertahankan posisinya sebagai salah satu provinsi penghasil sawit utama di Indonesia.

Ke depan, sinergi antara pemerintah daerah, perusahaan pengolahan, dan petani akan sangat menentukan keberlanjutan pertumbuhan sektor perkebunan sawit. 

Dengan manajemen pasar yang lebih baik dan dukungan kebijakan yang berpihak pada petani, stabilitas harga TBS di Sumatera Utara diharapkan dapat terjaga dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index