Jakarta - Dalam upaya memperkuat cadangan devisa negara dan stabilitas sektor keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan dukungannya terhadap implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025. Regulasi ini mengubah PP Nomor 36 Tahun 2023, yang berfokus pada Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan pengolahan sumber daya alam (SDA), Rabu, 5 Maret 2025.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa dukungan ini telah disosialisasikan kepada industri perbankan dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). "OJK meminta bank memastikan kelengkapan dokumen yang akan mendukung dana DHE SDA agar dapat diperlakukan sebagai agunan tunai sepanjang memenuhi persyaratan OJK terkait kualitas aset bank umum, bank syariah, dan kualitas LPEI," ujar Mahendra dalam konferensi pers hasil RDKB pada Selasa, 4 Maret 2025.
Kebijakan ini hadir sebagai tanggapan terhadap tantangan ekonomi global, dengan harapan bahwa cadangan devisa yang lebih kuat dapat menjadi penyangga terhadap fluktuasi pasar dan ketidakpastian ekonomi internasional.
Kebijakan Baru dan Dampaknya bagi Industri Perbankan
Perubahan regulasi ini mengandung sejumlah ketentuan penting. Salah satu di antaranya adalah penyediaan dana yang dijamin dengan DHE SDA dan memenuhi syarat kini dapat dikecualikan dari ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD). Hal ini bertujuan untuk memberikan kelonggaran kepada bank dalam menyalurkan kredit yang bersumber dari DHE SDA, sekaligus menegakkan kualitas kredit lancar yang tidak membebani perbankan.
Mahendra menambahkan bahwa OJK memastikan penempatan DHE SDA tidak akan berdampak negatif terhadap perhitungan rasio likuiditas. Hal ini meliputi Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR), yang merupakan indikator kesehatan likuiditas dan stabilitas pendanaan bank.
Kontribusi DHE SDA bagi Perekonomian Nasional
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 dengan maksud mengoptimalkan pengelolaan DHE SDA agar kontribusinya bagi perekonomian nasional semakin meningkat. Aturan yang mulai berlaku pada 1 Maret 2025 ini mewajibkan eksportir menyimpan 100% DHE SDA di dalam negeri selama satu tahun. Regulasi ini juga diharapkan dapat memperkuat cadangan devisa Indonesia di tengah gejolak pasar saat ini.
Menurut data pemerintah, target total devisa dari ekspor SDA diproyeksikan mencapai US$165,96 miliar melalui kebijakan terbaru ini. Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, menjelaskan beberapa perubahan pokok dalam peraturan baru ini. Diantaranya adalah peningkatan persentase penempatan DHE, perpanjangan jangka waktu penempatan, serta perluasan penggunaan DHE SDA selama masa retensi dalam rekening khusus (reksus) valas.
Menanggapi Tantangan Ekonomi Global
Di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu, kebijakan ini diharapkan dapat menambah daya tahan ekonomi nasional. Penguatan cadangan devisa melalui DHE SDA juga diharapkan dapat mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dan menyediakan penyangga fiskal yang dibutuhkan untuk menyikapi potensi ketidakstabilan di pasar dunia.
Melalui peningkatan sinergi antara pemerintah, OJK, dan pelaku industri perbankan, diharapkan Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alamnya secara lebih optimal, bukan hanya untuk keuntungan jangka pendek, tetapi juga untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
"Kami percaya bahwa dengan langkah-langkah yang telah diambil ini, Indonesia tidak hanya akan memperkuat posisi ekonominya di kancah internasional, tetapi juga memastikan bahwa sektor perbankan kita tetap kuat dan responsif terhadap perubahan global," pungkas Mahendra, menutup sesi konferensi pers.
Dengan dukungan penuh dari OJK, implementasi PP Nomor 8 Tahun 2025 diharapkan akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian Indonesia, memperkuat cadangan devisa, serta memperkokoh stabilitas sektor keuangan nasional.